Cegah Radikalisme Masuk ke Lingkungan Kampus IAIN Madura, Aktivis Mahasiswa Ajak Civitas Akademika Perkuat Nilai-Nilai Kebangsaan

Redaksi
By Redaksi
8 Min Read
Idrus Ali Bersama Moh. Hasan mantan Wakil Rektor 3 IAIN Madura.

ARTIKEL – Radikalisme merupakan paham yang memiliki banyak kedok mulai dari kedok intelektual, kedok emosional, dan kedok spiritual. Mereka adalah kelompok paham intoleran yang punya skema, visi dan misi sesama namun tetap menjadi musuh bersama bagi agama bangsa dan negara. Paham ekstremis itu juga bersifat indoktrinatif, yang mana memiliki muara pandang bahwa suatu paham (isme) dipahami dari arah yang terbatas atau tertentu saja.

Paham anti Pancasila dan undang-undang 1945 itu sangat mengancam tujuan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jaringan kelompok pengundang dalil kebencian terhadap pemerintahan itu juga sangat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indoktrinasi yang digunakan amat mempengaruhi cara & gaya pandang seseorang terlebih umat muslim dalam berdemokrasi. Indoktrinasi tersebut tidak hanya bersifat tekstual dan teoritis belaka melainkan amat bersifat praksis-ektrem.

Dalam prakteknya, paham radikalisme ini bisa berbentuk banyak komponen mulai dari gerakan sosial, politik, sampai pada gerakan radikalisme makar yang berkedok agama. Dan radikalisme berkedok agama inilah yang senantiasa menjadi ancaman besar bagi keutuhan Negara Republik Indonesia. Terlebih bagi kelompok-kelompok yang sudah memiliki basis organisasi yang besar, tentu sangat berbahaya bagi keberlangsungan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Gerakan radikalisasi ini perlahan mulai masuk ke lingkungan kampus melewati berbagai dalih. Kelompok ekstrem ini menyasar kaum pelajar/mahasiswa yang memiliki kelemahan di bidang perpaduan antara ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Banyak yang akhirnya tidak menyadari bahwa sebenarnya hal tersebut merupakan gerakan radikalisasi berkedok agama.

Ideologi yang menghendaki perubahan ekstrem kanan dan ekstrem kiri itu menjadi momok yang mengancam bagi kehidupan berdemokrasi di negara Indonesia. Ajaran tersebut bertentangan sekali dengan ideologi Pancasila sebab keberadaannya dapat mengobrak-abrik kebhinekaan (berbeda-beda tapi tetap satu jua). Kapanpun, dimanapun, dan apapun alasannya keberadaan paham tersebut harus dijauhkan dari lingkungan pendidikan terlebih dari lingkungan kampus.

Penulis sendiri merupakan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura, kampus yang pada awal tahun 2019 lalu pernah menjadi sarang kajian Islam Lovers Community (ILC) yang pernah diduga kuat merupakan sayap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sebagai mahasiswa akademisi yang cinta tanah air, tentu upaya pencegahan dianggap sangat penting untuk dilakukan, misalnya mengajak warga negara khususnya warga kampus, yang dalam hal ini adalah mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) dan agen kontrol sosial (agent of social control) agar lebih waspada lagi dengan keberadaan paham yang mengundang perpecahan tersebut.

Per-hari ini sahaja, isu-isu radikalisme justru semakin kuat dan mencuat di negara ini, bahkan ada yang mengatakan bahwa isu radikalisme di Indonesia sudah stadium 4 (empat). Apalagi sudah mau memasuki era Pemilu tahun 2024, tentu kewaspadaan itu harus lebih ditingkatkan lagi karena hal tersebut erat kaitannya dengan resistensi terhadap sistem pemerintahan. Namun sebagai intelektual muda, mahasiswa harus tetap ideal dalam memandang masa depan bangsa ini. Kita harus selalu waspada dengan berbagai ancaman yang ada terlebih ancaman ideologi radikal yang perlahan mulai masuk ke lingkungan pendidikan.

Dari maraknya isu-isu radikalisme per-hari ini, penulis tidak menginginkan terulang kembali kejadian 3 (tiga) tahun lalu di Kampus IAIN Madura yang pada akhirnya ada sayap organisasi HTI yang terpaksa dibubarkan karena melaksanakan kajian secara sembunyi-sembunyi di kampus IAIN Madura. Namun apapun kedoknya, radikalisme itu tetap akan ditolak, baik yang serupa dengan ILC ataupun yang lebih parah dari itu.

Oleh karena itu melalui tulisan sederhana ini, penulis ingin mengajak kepada semua civitas akademika untuk melakukan antisipasi dan pencegahan sejak dini, agar kejadian 3 (tiga) tahun yang lalu tidak terulang kembali. Karena IAIN Madura adalah rumah intelektual mahasiswa, yang harus bersih dari penyelundupan suatu ajaran yang dapat mempengaruhi cara berpikir mahasiswa ke arah ekstrem garis keras.

Untuk mengantisipasi banyaknya kemungkinan yang tidak diinginkan terjadi maka dipandang sangat perlu dilakukan pencegahan terhadap paham radikalisme. Adapun pencegahan itu dapat dilakukan dengan beberapa langkah :

Penguatan nilai-nilai kebangsaan di lingkungan kampus IAIN Madura berbasis Renstra

Kampus IAIN Madura merupakan kampus satu-satunya yang berbasis Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan yang pada tahun 2019 lalu sukses beralih status menjadi IAIN Madura ini sudah memiliki 4 (empat) fakultas, diantaranya Fakultas Tarbiyah, Fakultas Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, dan juga Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Islam.

Melalui Rencana Strategis (Renstra) IAIN Madura sudah seharusnya memiliki kedisiplinan dalam menyiarkan ajaran Islam dan kebangsaan dengan baik. Karena PTKIN tidak hanya memperkuat sektor penguatan pembangunan gedung melainkan juga sektor pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal tersebut harus lebih diperhatikan terlebih dalam sektor penguatan pembangunan nilai-nilai kebangsaan.

Ditengah hiruk-pikuk paham radikalisme di Indonesia. Tidak heran jika kelompok intoleran tersebut sudah semakin meluas menyasar kalangan pemuda, khususnya mahasiswa. Melalui prinsip dan nilai-nilai Renstra IAIN Madura maka penguatan nilai-nilai kebangsaan nantinya harus mulai diimplementasikan sesuai dengan visi & misi Perguruan Tinggi Islam Negeri (IAIN) Madura.

Penguatan nilai-nilai kebangsaan di lingkungan kampus IAIN Madura berbasis Leadership

Penguatan nilai-nilai kebangsaan berbasis leadership (kepemimpinan) ini memiliki pondasi yang kokoh di bidang Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) kampus. Peran ormawa dalam hal ini menjadi subjek penguatan ideologi kebangsaan terkuat selain mata kuliah (makul) Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Hal tersebut bisa melalui kajian, pengembangan skill, pemberdayaan kader dan seminar kebangsaan.

Bila pencegahan itu digarap dan memiliki materi khusus maka basis leadership itu harus bermuatan pencegahan terhadap radikalisme. Selain itu ormawa juga harus bergerak aktif dalam mengajak para kepengurusan dan keanggotaannya untuk memperkuat pemahaman ke-Islaman dan ke-Indonesiaan secara serius. Hal itu juga bisa dilakukan dengan cara membuatkan agenda khusus untuk penguatan kemampuan kebangsaan. Ormawa bisa juga melakukan akselerasi & komunikasi dengan berbagai stek holder kampus untuk bekerjasama dalam memberantas paham radikalisme di kampus IAIN Madura. Dengan cara seperti itu lambat laun mereka akan mengerti sendiri bahwa gejala radikalisme yang berkedok agama merupakan musuh bersama bagi semua stek holder kampus. Tentu pemanfaatan adanya ormawa kampus dalam bergerak memberantas paham radikalisme itu sangat memiliki relevansi yang kuat dengan tugas mahasiswa.

Penguatan nilai-nilai kebangsaan di IAIN Madura berbasis media sosial

Di zaman yang serba online, media sudah mampu memutus rantai komunikasi dunia. Banyak yang memanfaatkan keberadaan media sosial sebagai jembatan penghasilan. Selain dijadikan alat untuk meraup keuntungan, media juga dapat menjadi ancaman serius. Narasi-narasi kebencian dari kelompok intoleran itu banyak melalui media sosial. Namun sebagai aktor intelektual, mahasiswa harus mampu menggunakan media dengan baik.

Semua pihak mulai dari mahasiswa, karyawan, dosen dan segenap civitas akademika bahkan masyarakat umum harus bisa merasakan keberadaan media tersebut sebagai perlawanan terhadap paham radikalisme dan penguatan nilai-nilai kebangsaan. Apalagi di IAIN Madura baru saja memiliki IMTV, jadi dengan adanya IMTV tersebut bisa dimaksimalkan oleh mahasiswa IAIN Madura untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan penguatan kemampuan ke-Indonesiaan secara masif dan terukur.

Penulis : Idrus Ali

Share This Article