Aquatic Plants Defense: Ekspansi Tumbuhan Akuatik Kawasan Perkotaan Berbasis Ekologi-Ekonomi-Sosial Guna Mencapai SDGs 2030

Redaksi
By Redaksi
5 Min Read

Penulis: Siti Imamatul Imro’ah, Rahma Lafifa, Ardhiya Pramesti RC, Fareza Nabila DFP, Moh Wasil (Universitas Trunojoyo Madura)

ARTIKEL – Urbanisasi dan bonus demografi merupakan permasalahan perkotaan yang menimbulkan berbagai dampak, seperti pencemaran udara, pencemaran air dan minimnya RTH (Ruang Terbuka Hijau). Jumlah penduduk perkotaan Indonesia mencapai 55,8% pada tahun 2019 dan 56,4% pada tahun 2020. Perkiraan pada tahun 2025 akan mencapai 59,3% hingga 66,6% pada tahun 2035 (Kurniawan & Andiyan, 2022). Pencemaran udara dari sektor transportasi menyumbang polusi wilayah perkotaan mencapai 70%-80%. Kondisi ini akan memicu penurunan angka harapan hidup manusia 2,5-5 tahun akibat konsentrasi polusi udara (Nurhisanan & Hasyim, 2021). Data pencemaran air sungai di Indonesia pada tahun 2020 tercatat 46% tercemar berat, 32% tercemar sedang berat, 14% tercemar sedang dan 8% tercemar ringan (Lestari & Suwastawa, 2022).

Regulasi RTH yang ditetapkan bahwasannya wilayah kota harus menyediakan RTH minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat (Pratiwi, 2022). RTH hingga kini hanya memanfaatkan tumbuhan terrestrial. Pengaplikasian tumbuhan akuatik pada RTH belum ada dan seyogyanya perlu diimplementasikan karena memiliki manfaat yang jauh lebih besar dan hebat dalam mengatasi pencemaran dibandingkan tumbuhan terrestrial. Inovasi ini berupaya untuk mengembalikan ruang terbuka hijau ke dalam kawasan perkotaan guna membangun tata ruang di masa depan agar lebih Kiseimbang dan terstruktur guna mencapai tujuan SDGs 2030 pada point ke-6 “Clean water and sanitation”, tujuan ke-9 “Industry, innovation and infatructure”, tujuan ke-11 “Sustainabilty cities and communities”, tujuan ke 14 “Life below water” dan tujuan ke 15 “Life on land”

Tawaran solusi pada inovasi Aquatic Plants Defense yaitu:

  1. Green Architecture Building
    Pengaplikasian tumbuhan air dapat diterapkan pada bagian sisi gedung dekat jendela berbentuk kolam kecil memanjang mengelilingi gedung maupun rooftop yang disertai sirkulasi air dalam perancangan bangunan. Uniknya beberapa ikan seperti ikan emas, ikan nila dan lain-lain dapat dibudidayakan di kolam tersebut sebagai bioindikator air dan nantinya dapat dipergunakan untuk biaya operasional perkantoran. Limbah air dari gedung perkantoran seperti air untuk cuci tangan atau wudhu dapat dialirkan ke kolam memanjang tersebut yang nantinya akan difilter oleh tumbuhan akuatik.
  2. City Park
    Pengaplikasian yakni ¼ dari luas lahan taman kota harus dipergunakan untuk lokasi perairan dan ekspansi tumbuhan akuatik di taman kota perlu diaplikasikan sebanyak 30% dari seluruh tumbuhan yang ada di taman kota. Menariknya kolam taman kota dapat dimanfatkan untuk budidaya dan bioindikator pencemaran dan hasil budidaya akan diarahkan pada biaya operasional taman dan manfaatnya sebagai sarana edukasi dan komunikasi pada masyarakat.
  3. Formal Education
    Pengaplikasiannya dapat diterapkan sebesar 20% dari seluruh tumbuhan yang ada di lokasi intitusi pendidikan. Contohnya pada sekolah tingkat SMP yang rata-rata jumlah siswanya kurang lebih 400-500 dan SMA lebih dari 1000 siswa. Estimasi untuk 1 siswa memerlukan 1,5-2 liter air wudhu, jika dihitung secara keseluruhan tentu banyaknya limbah air wudhu terbuang percuma. Ikan juga dapat dibudidayakan di kolam sekolah yang nantinya sebagai bioindikator dan dapat digunakan ke biaya operasional sekolah. Konsep Aquatic Plants Defense ini tentu sangat mendukung program Sekolah Adiwiyata. Program ini bertujuan untuk mengedukasi siswa cara pengelolaan limbah air wudhu, membentuk sekolah yang berkultur lingkungan dan turut serta melaksanakan upaya pelestarian lingkungan yang sustainability.
  4. River & Lake Landscape Architecture Konsep pada sungai yang memanjang diterapkan pembagian zona-zona sebagai biofilter. Sekat setiap zona bisa berjarak 50 meter yang diberi tumbuhan akuatik dan lebar zona bisa 10 meter guna fitoremediasi. Konsep yang diterapkan di danau berpola pada zig-zag atau berdasar landscape architecture yang memperhatikan topografi dan arus. Manfaatnya pengaplikasian inovasi ini dapat sebagai sarana rekreasi dan edukasi masyarakat.

Stakeholders yang membantu mengimplementasikan inovasi ini yaitu:
a. Dinas Lingkungan Hidup
b. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
c. NGO
d. Analis lingkungan
e. Arsitek dan insinyur
f. Masyarakat umum


Langkah strategis dan timeline dalam merealisasikan gagasan yaitu:
– Tahun ke 1:Riset dan koordinasi
– Tahun ke 2-3 Pemilihan dan pembangunan kota percontohan
– Tahun ke 4 Pengendalian, evaluasi dan pengawasan,
– Tahun ke 5-8 Pembangunan secara masif

Share This Article