JAKARTA, Suararakyat.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu terkait batasan usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Perkara tersebut dibacakan dengan putusan Nomor 29/PUU-XXI/2023, di ruang sidang pleno, Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023).
“Amar putusan. Mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” demikian disampaikan Ketua MK Anwar Usman
Anwar mengatakan, seluruh permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum. Putusan ini diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion dua hakim konstitusi, Suhartoyo dan Guntur Hamzah.
Sebelumnya, calon tersebut diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang diwakili Giring Ganesha Djumaryo dan Dea Tunggaesti. Lalu ada Dedek Prayudi, Anthony Winza Probowo, Danik Eka Rahmaningtyas, dan Mikhail Gorbachev Dom. Mereka menyerukan penurunan usia minimum calon presiden dan wakil presiden dari 40 menjadi 35 tahun.
Persoalan batasan usia minimal calon presiden dan wakil presiden sedang menjadi perdebatan beberapa pihak. Mahkamah Konstitusi membacakan total putusan dalam enam perkara dan satu putusan/putusan dalam satu perkara. Sesuai agenda, selain perkara yang diajukan PSI, perkara yang dibacakan putusannya adalah Nomor 51/PUU-XXI/2023, Nomor 55/PUU-XXI/2023, Nomor 90/PUU-XXI/2023, Nomor 91./PUU-XXI/2023, Nomor 92/PUU-XXI/2023 dan Nomor 105/PUU-XXI/2023.
Pemohon dalam beberapa perkara meminta Mahkamah Konstitusi mengubah batas minimal calon presiden dan wakil presiden menjadi 21 tahun, 25 tahun, 30 tahun, 35 tahun, hingga 40 tahun atau memiliki pengalaman penyelenggaraan negara.
Sejumlah pihak menduga permohonan uji materi undang-undang pemilu ke Mahkamah Konstitusi bertujuan untuk mempercepat upaya Gibran. Selain itu, salah satu kandidat menyebut Gibran dalam lamarannya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra, mengatakan jika mereka mengabulkan gugatan uji materi untuk menurunkan syarat batas usia minimum capres-cawapres menjadi 35 tahun maka hal tersebut justru merupakan sebuah pelanggaran moral.
“Dengan menggunakan logika yang sama, dalam batas penalaran yang wajar, menurunkannya menjadi 35 tahun tentu dapat juga dinilai merupakan bentuk pelanggaran moral, ketidakadilan, dan diskriminasi bagi yang berusia di bawah 35 tahun,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra saat membacakan pertimbangan dalam sidang putusan. (Red)