MADURA, suararakyat.id – Sinergi antara nilai-nilai Islam dan komitmen pembangunan berkelanjutan (SDGs) menjadi topik sentral dalam sosialisasi Peningkatan Mutu Pendidikan Islam yang diselenggarakan atas kerjasama antara Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Kementerian Agama (Kemenag), dan DPR RI di Madura. Acara yang bertajuk “Peran Guru, Santri, dan Akademisi dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Islam di Era Digital” ini menyoroti peran strategis pesantren dan guru dalam menghadapi tantangan global. Senin (20/10/2025) di Hotel Camplong, Sampang.
Dr. H. Muhammad Walid, M.A. menekankan dalam paparannya bahwa pembangunan berkelanjutan (SDGs) tidak hanya berorientasi pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, tetapi juga menuntut ketahanan moral dan akhlak sebagai fondasi utama.
“Keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan global, seperti penghapusan kemiskinan, pendidikan berkualitas, dan perdamaian, sangat bergantung pada sejauh mana nilai-nilai moral, spiritual, dan kemanusiaan tertanam kuat dalam sistem pendidikan,” ujar Dr. Walid.
Menurutnya, pondok pesantren memiliki peran strategis sebagai lembaga yang tidak hanya mengembangkan aspek intelektual, tetapi juga membentuk karakter dan akhlak. Pesantren dengan sistem pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman adalah benteng utama bangsa dalam menghadapi krisis nilai dan globalisasi, melalui penanaman kejujuran, tanggung jawab, disiplin, kepedulian sosial, serta semangat moderasi beragama.
“Jika pesantren mampu menjaga nilai-nilai moral sekaligus beradaptasi dengan tantangan global, maka pesantren akan menjadi pilar utama ketahanan bangsa — baik secara spiritual maupun sosial, serta berkontribusi nyata pada tercapainya SDGs,” tegas Dr. Walid.
Senada dengan hal tersebut, H. Slamet Ariyadi, M.Sos., Anggota Komisi I DPR RI, menegaskan bahwa pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dari perjalanan bangsa dan benteng moral serta spiritual bangsa.
“Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan Islam, tetapi juga pusat pembentukan karakter dan moral bangsa yang telah memberikan kontribusi nyata sejak masa perjuangan kemerdekaan,” kata Slamet Ariyadi.
Beliau menyoroti bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren adalah bukti pengakuan negara terhadap peran besar pesantren. Guru pesantren, dalam konteks ini, berperan sebagai ujung tombak dalam mewujudkan tujuan undang-undang tersebut, yaitu menjadikan pesantren sebagai lembaga yang mandiri, berdaya, dan mampu bersinergi dengan sistem pendidikan nasional.
Dalam menghadapi kemajuan teknologi dan era digital, Bapak Slamet Ariyadi mengajak para guru pesantren untuk terus berinovasi dalam pembelajaran. “Guru pesantren dituntut untuk tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menjadi teladan dalam menumbuhkan semangat kebangsaan, toleransi, dan moderasi beragama, tanpa kehilangan nilai-nilai tradisi,” tambahnya.
Pada penutupnya, Bapak Slamet Ariyadi menyampaikan apresiasi kepada para guru pesantren. Ia berpesan agar guru pesantren tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga agen perubahan sosial yang membawa nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin dan mencetak generasi penerus bangsa yang beriman, berilmu, berakhlak mulia, serta berkontribusi bagi kemajuan Indonesia.
Pesantren Pilar Utama Ketahanan Moral Bangsa dan Pencapaian SDGs
