Kritik Terhadap Program Makan Bergizi Gratis Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran
Surabaya, 14 Oktober 2025 —
Koordinator Daerah BEM Nusantara Jawa Timur, Muhammad Zainnur Abdillah, menyampaikan kritik keras terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai telah kehilangan arah dan gagal menjamin keselamatan peserta didik. Hampir satu tahun setelah diluncurkan, program yang digadang-gadang untuk mencerdaskan anak bangsa ini justru diwarnai serangkaian kasus keracunan massal di berbagai daerah, termasuk Jawa Timur.
“Tidak ada alasan yang dapat dibenarkan jika program yang dimaksudkan untuk menyehatkan generasi penerus bangsa justru berbalik membahayakan keselamatan mereka,” tegas Zainnur.
Laporan Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat lebih dari 11.500 anak menjadi korban keracunan MBG sejak awal Oktober 2025. Di Jawa Timur sendiri, sejumlah kasus terjadi di Tuban, Jember, Bojonegoro, hingga Ngawi, di mana ratusan pelajar mengalami gejala mual, pusing, bahkan muntah darah usai menyantap makanan dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Menurut BEM Nusantara Jawa Timur, akar persoalan MBG bukan hanya pada kelalaian teknis, tetapi juga pada lemahnya tata kelola dan rendahnya kompetensi lembaga pelaksana. Badan Gizi Nasional (BGN) yang memimpin program ini justru diisi oleh pejabat dengan latar belakang non-gizi, bahkan sebagian besar berasal dari unsur militer dan kepolisian. “Bagaimana mungkin lembaga yang mengurusi gizi anak dipimpin oleh orang yang tidak memiliki kompetensi di bidangnya?” tambah Zainnur.
Di tahun pertama, program ini dianggarkan sebesar Rp120 trilliun, lebih besar dari gabungan anggaran Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian, meskipun belum ada bukti bahwa program ini bisa meningkatkan kesehatan dan mengurangi malnutrisi. Bisa dibenarkan jika program ini dapat membawa kesejahteraan bagi anak, namun dalam pelaksanaanya justru menuai banyak kegagalan, dari banyaknya keracunan massal, buruknya kontrol, sampai tidak jelasnya peningkatan gizi yang didapatkan.
Kementerian Kesehatan menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C.I/4202/2025 tentang Percepatan Penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam Program Makan Bergizi Gratis atau MBG. Surat Edaran ini ditujukan kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, serta Kepala SPPG di seluruh Indonesia, dalam surat ini, Kemenkes menegaskan bahwa setiap SPPG wajib hukumnya memiliki sertifikat kelayakan beroperasi dari Dinas Kesehatan setempat jika tidak maka SPPG Wajib ditutup operasionalnya karena tidak layak melaksanakan program MBG, namun dalam pelaksanaannya BGN awalnya tidak mewajibkan SPPG untuk memiliki SLHS.
Selain lemahnya pengawasan, banyak dapur MBG diketahui belum mengantongi Surat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sebagaimana diwajibkan oleh Kementerian Kesehatan. Padahal, sertifikat tersebut menjadi syarat mutlak bagi dapur yang memproduksi lebih dari 750 porsi makanan per hari. “SPPG yang tidak memiliki SLHS harus segera dihentikan operasionalnya sampai sistem keamanan pangan benar-benar diperbaiki,” tegasnya.
BEM Nusantara Jawa Timur menilai langkah pemerintah menutup sebagian SPPG tidak cukup. Evaluasi menyeluruh harus dilakukan secara independen dan berbasis bukti agar keamanan pangan bagi peserta didik dapat dijamin. BEM Nusantara juga menyoroti pentingnya sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) serta pelatihan bagi tenaga dapur agar mampu menjaga standar mutu dan kebersihan makanan.
Dalam momentum satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, Zainnur menegaskan bahwa refleksi harus menjadi prioritas, bukan sekadar perayaan pencitraan.
“Keberhasilan program publik tidak diukur dari seberapa cepat dijalankan, tapi dari seberapa aman, transparan, dan berkelanjutan dampaknya bagi rakyat,” ujarnya.
Sebagai penutup, BEM Nusantara Jawa Timur menuntut:
- Penghentian sementara seluruh SPPG yang belum memiliki SLHS.
- Evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola MBG oleh lembaga independen.
- Kewajiban sertifikasi HACCP dan pelatihan tenaga dapur secara nasional.
- Keterlibatan publik dalam pengawasan program MBG melalui audit terbuka.
- Edukasi gizi dan Perbaikan Menu yang disajikan kepada peserta didik.
“Tujuan luhur mencerdaskan kehidupan bangsa tidak akan tercapai bila pelaksanaannya abai terhadap aspek ilmiah dan etika publik. MBG hanya akan menjadi simbol populisme tanpa arah jika pemerintah terus menutup mata terhadap lemahnya pengawasan dan kompetensi lembaga pelaksana. Kami, BEM Nusantara Jawa Timur, menuntut dilakukanya evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola program MBG dan penghentian sementara seluruh SPPG yang belum mengantongi izin SLHS. Evaluasi ini harus dilakukan secara independen dan berbasis bukti, hingga sistem keamanan pangan benar-benar terjamin dan layak bagi seluruh peserta didik.,” tutup Zainnur.