Mimpi Sejahtera Nelayan Pulau Sapudi Butuh Perhatian Pemerintah Daerah

2 Min Read
Mimpi Sejahtera Nelayan Pulau Sapudi Butuh Perhatian Pemerintah Daerah

SUMENEP, suararakyat.id – Nelayan Pulau Sapudi, mengeluh terkait minimnya pendampingan dan edukasi dari Pemerintah Daerah dalam hal peningkatan produktivitas sektor perikanan.

Salah seorang nelayan A. Asisi menyoroti permasalahan utama yang menjadi keluhan para nelayan tidak adanya penggunakan teknologi modern pendeteksi ikan saat ini para nelayan tetap menggunakan cara tradisional pencarian ikan.

Ia pun menyebut, tidak adanya sarana pengawetan ikan sehingga para nelayan tetap menggunakan fasilitas penyimpanan dan produksi es yang tidak memadai.

“Hingga saat ini, para nelayan masih harus membeli es dari daerah Jawa dengan harga lebih murah, lantaran fasilitas penyimpanan dan produksi es di Pulau Sapudi belum memadai,” ungkapnya pada Senin (3/1/2025).

Kondisi ini dinilai menyulitkan mereka dalam menjaga kesegaran hasil tangkapan sebelum sampai ke pasar. Bahkan tidak jarang ikan menjadi rusak gara-gara faktor kekurangan es.

Dari sisi pemasaran, meskipun nelayan dan pengepul ikan telah memiliki jaringan distribusi ke pabrik-pabrik yang menguntungkan, mereka berharap adanya dukungan lebih lanjut dari pemerintah dalam bentuk rekomendasi pasar yang lebih strategis.

Namun, yang paling disayangkan oleh nelayan adalah bantuan perahu kecil berukuran 9 meter yang diberikan oleh Dinas Perikanan. Bantuan yang diharapkan dapat mendukung aktivitas melaut justru dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

“Perahu tersebut hanya dapat digunakan di perairan dangkal dan tidak mampu menjangkau area tangkapan utama di tengah laut,”ujar A. Azizi

Akibatnya, perahu yang dialokasikan melalui APBD Perubahan 2023 dengan nilai anggaran sebesar Rp 335.637.820 itu kini tidak jelas keberadaannya dan tak begitu termanfaatkan oleh nelayan yang berada di Pulau Sapudi.

Abdul Ghani, seorang pengamat anggaran menilai, kebijakan belanja pemerintah daerah kerap tidak mempertimbangkan efektivitas dan kebutuhan riil di lapangan.

“Sering kali, anggaran digunakan untuk pengadaan barang yang sekilas tampak relevan, tetapi tidak benar-benar memberikan manfaat bagi penerima bantuan. Akhirnya, belanja daerah menjadi mubazir,” ujarnya.

Share This Article